Indahnya Jadi Pengantin Baru

Indahnya Jadi Pengantin Baru

haluuuuuuw sissta lama tak jumpa jadi kangen deh hehehe (narsis)

yuuuuups siapa siiih….. orang mana siiih…. yang ga tau apa itu pengantin baru hehehe
pasti deh pengantin baru bawaannya yang indah-indaaaaah mulu yaa kan???
ya dunk pasti indah….bahkan indaaaah banget apalagi yaa kalau stiap hari slalu disampingnya,melihatnya,berbagi suka dan duka bersamanya,menikmati hari berdua dengannya etc etc waaaah pokoknya seru bin indaaah deh jadi pengantin baru hehe
yaa walaupun banyak sekali perubahan yang nantinya akan dilalui sama si pengantin baru mulai dari segi kehidupan baru yang akan dilalui,sikap,tingkah laku,kemandirian,kebiasaan dan lain sebagainya pasti deh semua akan berubah dan perubahan itu akan berlangsung secara bertahap seiring berjalanya waktu.

Untuk anda pengantin baru tentunya perlu mengetahui berapa hal yang penting dan musti diperhatikan dan diterapkan agar indahnya moment pengantin baru tak berlalu begitu saja…yuuk simak sista :

1. Saling berkomunikasi dengan pasangan
Sista tidak bisa meremehkan pentingnya komunikasi, dan saya pikir tidak pernah ada situasi di mana terjadi komunikasi berlebihan di antara pasangan, .
Si dia pasti menginginkan supaya pasangan berusaha bersikap penuh perhatian dan terbuka pada pasangan. Saat sepasang kekasih menikah, gaya komunikasi mereka cenderung berubah dan menjadi lebih jarang,mungkin karena antara anda dan pasangan ingin bersikap hati-hati dalam berkomunikasi atau takut saling menyinggung jadinya anda dan pasangan jadi rau-ragu dalam berkomunikasi.Hal semacam itu hanya justru menjadi sebab timbulnya masalah lhooh…Pastikan kalian saling berkomunikasi dan saling terbuka dengan pasangan anda. Jika Anda memiliki sebuah masalah, jernihkan masalah tersebut dengan pasangan Anda dengan saling berbagi cerita. Jangan pernah membiarkan sebuah persoalan tidak terselesaikan hanya karena kurangnya komunikasi dengan pasangan.

2. Jujurlah dengan pasangan
Sista pengantin baru itu perlu jujur satu sama lain setiap waktu supaya dalam pernikahan tidak timbul saling curiga . Jangan mencoba untuk menyembunyikan hal-hal tertentu dari pasangan hal itu hanya akan menimbulkan perselisihan dan kecurigaan antar pasangan maka baiknya anda bicarakan setiap masalah dan berusahalah untuk jujur apa adanya. dan pastinya sista kita ini sebagai wanita pasti punya kecenderungan untuk diam bila melihat sesuatu yang salah pada pasangan karena takut akan memicu sebuah pertengkaran. Jika sesuatu hal menganggu Anda, alih-alihlah menjadi pasif agresif atau menunggu suami Anda membaca pikiran dan sikap anda, jujurlah dengan apa yang Anda pikirkan dan rasakan pada pasangan anda.

3. Mandiri
Sista menjadi pengantin baru juga harus berusaha bersikap mandiri yaa…karena Merupakan suatu hal yang penting dalam dinamika pasangan bahwa Anda harus berupaya dapat memenuhi kebutuhan hidup berdua secara mandiri. Jangan sampai terus-terusan bergantung kepada orang tua.Wujud kemandirian bukan hanya finansial, melainkan segala aspek kehidupan pasangan suami-istri.Hal ini bisa terwujud dengan niat dan tekad yang kuat untuk belajar mandiri. Jangan sampai masalahnya semakin besar karena pasangan terbiasa bergantung pada orangtua dan malah tidak tergerak untuk berusaha.

4. Ingat masa pasang surut
Sista Hidup itu ibarat jalanan berbatu dan karena itu penting untuk mengingat bahwa setiap hubungan akan memiliki masalah-masalah.apalagi di masa awal pernikahan atau pengantin baru seperti ini.
yang namanya berumah tangga pasti akan mengalami masa pasang surut baik dalam segi finansial atau apapun itu.karena itu, pasangan pengantin baru perlu memahami bahwa tidak peduli seberapa indahnya masa-masa pernikahan, kelak kita akan mengalami pasang surut,akan ada perubahan-perubahan yang akan terjadi pada pasangan, hidup akan terasa berbeda dan mungkin tidak akan berjalan semulus yang kita harapkan.

5. Bersenang-senang dengan pasangan
Sista saya kira inilah yang paling di gandrungi yups bersenang-senang dengan pasangan. siapa sih pengantin baru yang ga suka bersenang-senang berdua,,Hal yang memang terdengar sederhana, tapi sebuah pengingat untuk tetap rileks dan menikmati waktu berdua untuk bersenang-senang adalah hal yang diperlukan oleh banyak pengantin baru. Setelah pasangan melewati masa pasca bulan madu, mereka cenderung lupa untuk bersenang-senang seperti yang dulu pernah mereka lakukan sebelum menikah yaa kaaan….Hanya karena Anda sudah menikah dan menjadi suami istri, bukan berarti Anda dilarang untuk bersenang-senang lhooh sista.untuk itu yuuk akhir pekan ini rencanakanlah sebuah hari yang indah berdua bersama pasangan anda entah itu berlibur,bertamasya,kencan,jalan-jalan atau apapun yang membuat anda dan pasangan bersenang-senang seharian penuh agar masa pengantin baru anda menjadi indah seterusnya

dan hal-hal diatas akan lebih baik bila dilakukan tidak hanya pada saat pengantin baru tapi juga dilakukan sehari-hari hari ini dan seterusnya bersama pasangan anda agar indahnya jadi pengantin baru tak hanya dirasakan di awal pernikahan saja tapi juga dirasakan slamanya sampai akhir hayat nanti aamiin.

Semoga Bermanfaat sista…………..

Persiapan Pernikahan Dalam Islam

Persiapan Pernikahan Dalam Islam

Pernikahan bukan hanya tentang pesta dan segala macam hingar-bingarnya. Tidak jarang kita melihat pernikahan itu justru berhenti di tengah jalan. Mengapa? karena segala sesuatu perlu dipersiapkan, apalagi pernikahan yang diharapkan dapat berlangsung sekali seumur hidup..

Islam telah menganjurkan kepada manusia untuk menikah. Karena  ada banyak hikmah di balik anjuran tersebut.

Baginda Rasulullah SAW pernah bersabda:

Barang siapa telah mempunyai kemampuan menikah kemudian ia tidak menikah maka ia bukan termasuk umatku”. (HR Thabrani dan Baihaqi).

Setiap kita pastinya selalu berharap dan bermohon kepada Allah SWT, saatnya nanti akan bertemu dan berjumpa dengan pendamping hidup kita, yang akan menjadi pemimpin atau ratu dalam rumah tangga. Harapan dari pasangan yang akan menuju ke pelaminan, yaitu agar dapat membentuk sebuah keluarga yang bahagia, sakinah mawaddah warrahmah (Samara).

Islam telah menjadikan “pernikahan” sebagai sarana untuk memadu kasih sayang diantara dua jenis manusia. Hanya dengan jalan pernikahan, maka akan lahir keturunan secara terhormat. Karenanya, merupakan hal yang wajar jika pernikahan itu dikatakan sebagai suatu peristiwa yang sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrahnya sebagai manusia.

Tentu saja hal itu tidak akan berjalan dengan baik manakala persiapan menuju pernikahan sangatlah minim kita lakukan. Lalu, apa saja yang harus kita persiapkan menjelang dan menuju pernikahan.

Bagi seorang calon pengantin (pria-wanita) pastinya harus mengetahui pentingnya ibadah pernikahan agar dapat bersanding dengan seorang wanita shalihah atau lelaki shalih dalam sebuah ikatan suci bernama pernikahan.

Pernikahan menuju rumah tangga yang sakinah mawaddah warrahmah (Samara) tidak akan tercipta dan terjadi ‘sim-salabim’ begitu saja, melainkan dibutuhkan persiapan-persiapan secara memadai sebelum seorang muslim dan muslimah melangkah memasuki gerbang pernikahan.

Karena itu, seorang calon pengantin (pria-wanita) minimal harus mengetahui secara mendalam tentang berbagai hal yang berhubungan dengan persiapan-persiapan jelang pernikahan, antara lain:

Pertama, persiapan moral (spiritual), yaitu kematangan visi keislaman. Setiap calon pengantin wanita, pasti punya keinginan, jika suatu hari nanti akan dipinang oleh seorang pria shalih, begitu pula sebaliknya, seorang pria mendambakan bertemu pasangan wanita shalihah.

Seorang pria shalih yang taat beribadah dan dapat diharapkan menjadi pemimpin dalam mengarungi kehidupan di dunia, sebagai bekal dalam menuju akhirat. Begitu pula sebaliknya, seorang pria mendapatkan seorang istri yang shalihah untuk bersama mengarungi bahtera kehidupan ini menuju bahtera akhirat secara bersama.

Bila sang calon pengantin wanita memiliki keinginan untuk mendapatkan seorang suami yang shalih, maka dia harus berupaya agar dirinya menjadi wanita shalihah terlebih dahulu, diantaranya membekali diri dengan ilmu-ilmu agama, hiasi dengan akhlak islami, tujuannya tidak hanya untuk mencari jodoh semata, akan tetapi lebih kepada beribadah untuk mendapatkan ridho Allah SWT. Dan sarana pernikahan adalah sebagai salah satu sarana untuk beribadah pula.

Kedua, persiapan konsepsional, yaitu memahami konsep tentang pernikahan. Pernikahan adalah ajang untuk menambah ibadah dan pahala bukan hanya sekedar hawa nafsu. Pernikahan juga sebagai wadah terciptanya generasi robbani, penerus perjuangan menegakkan dienullah. Adapun dengan lahirnya seorang anak yang shalih/shalihah nantinya, maka akan menjadi penyelamat bagi kedua orang tuanya.

Pernikahan juga sebagai sarana pendidikan sekaligus ladang dakwah. Dengan menikah, maka akan banyak diperoleh pelajaran-pelajaran serta hal-hal yang baru. Selain itu, pernikahan juga menjadi salah satu sarana dalam berdakwah, baik dakwah ke keluarga, maupun ke masyarakat.

Ketiga, persiapan kepribadian sang calon mempelai, yaitu penerimaan adanya seorang pemimpin dan ratu dalam rumah tangga. Seorang wanita muslimah harus faham dan sadar betul, jika menikah nanti akan ada seseorang yang baru sama sekali kita kenal, tetapi langsung menempati posisi sebagai seorang pemimpin kita yang senantiasa harus kita hormati dan taati.

Maka, disinilah nanti salah satu ujian pernikahan itu. Belajar untuk mengenal, bukan untuk dikenal. Seorang pria yang akan menjadi suami kita atau sebaliknya, sesungguhnya adalah orang asing bagi kita, baik latar belakang, suku, adat istiadat, kebiasaan semuanya sangat jauh berbeda dengannya menjadi pemicu timbulnya perbedaan saat memasuki pernikahan.

Dan bila perbedaan tersebut tidak bisa diatur dengan sebaik-baiknya melalui komunikasi dua arah, keterbukaan serta kepercayaan dari pasangan kita, maka bisa jadi timbul persoalan dalam pernikahan dan rumah tangga nantinya. Untuk itu perlu adanya persiapan jiwa yang besar dalam menerima dan berusaha mengenali suami ataupun istri kita.

Keempat, persiapan fisik sang calon pengantin. Persiapan fisik ini ditandai dengan kesehatan tubuh kita yang memadai, sehingga kedua belah pihak akan mampu melaksanakan fungsi diri sebagai suami ataupun isteri secara optimal. Sebelum menikah, jika perlu kita periksakan kesehatan tubuh, terutama faktor yang mempengaruhi masalah reproduksi dan lainnya.

Apakah organ-organ reproduksi dapat berfungsi baik, atau adakah penyakit tertentu yang diderita yang dapat berpengaruh pada kesehatan janin yang kelak di kandungnya. Bila ditemukan penyakit atau kelainan tertentu, segeralah berobat. Begitupula sebaliknya untuk sang calon suami.

Kelima, persiapan harta. Islam tidak menghendaki kita untuk berpikiran secara materialistis, yaitu hidup yang hanya berorientasi pada materi. Namun, bagi seorang calon suami, yang akan mengemban amanah sebagai kepala keluarga, maka diutamakan dan diupayakan adanya kesiapan calon suami untuk menafkahi bagi istri dan keluarganya nanti.

Untuk wanita, diperlukan juga kesiapan untuk mengelola keuangan keluarganya nanti. Insyallah bila suami berikhtiar untuk menafkahi keluarga dengan sebaik-baiknya, maka Allah SWT akan mencukupkan rizki kepadanya.

Dan nikahkanlah orang-orang yang membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan member kemampuan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS An Nur: 32).

Keenam, persiapan sosial. Setelah nanti kedua calon pengantin menikah, maka status sosial di masyarakat pun akan berubah. Mereka berdua bukan lagi seorang gadis dan lajang, tetapi telah berubah menjadi keluarga.

Sehingga mereka juga harus mulai membiasakan diri untuk terlibat dalam kegiatan di kedua belah pihak keluarga atau di masyarakat dengan kegiatan sosial.

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu. Dan berbuat baiklah terhadap kedua orang tua, kerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin.” (QS An Nissa: 36)

Semua persiapan ini, tidak begitu saja dapat diraih, melainkan perlu waktu dan proses belajar menuju kesana. Karena itulah, saat kita masih memiliki banyak waktu, dan belum terikat nantinya oleh kesibukan rumah tangga, maka berupaya untuk diri kita menuntut ilmu sebanyak-banyaknya guna persiapan menghadapi rumah tangga yang sakinah mawaddah dan warrahman (Samara) kelak. Wallahu’alam

sumber : http://pkspesanggrahan.blogspot.com

Ketika Pria Ingin Menikah

 

Ketika Pria Ingin Menikah

 

Seorang pria, dalam perkembangan fisik dan psikisnya biasanya akan mendekati tingkat kedewasaan yang normal pada usia 25 tahun. Ini sebenarnya bukan survey yang valid, karena tingkat kedewasaan memang tidak bisa kita prediksikan melalui jumlah usia seseorang. Terkadang ada pria yang sudah berpikiran dewasa walau usianya masih remaja. Dan sebaliknya, terkadang pria yang usianya sudah tak remaja lagi tapi, sikap dan tingkah lakunya tak ubah seperti ‘anak-anak baru gede’.

Dan biasanya, ketika tingkat kedewasaan seorang pria meningkat. Kebutuhan naluriahnya sebagai manusia akan bergulir dengan sendirinya. Dalam pemikiran seorang pria yang normal, dia pasti akan memikirkan bagaimana ia harus menghidupi dirinya sendirinya, maka dengan itu ia pun bekerja. Dan begitu juga, sifat alamiahnya dalam membutuhkan pasangan hidup. Dengan itu ia pun akan memikirkan bagaimana ia menikah dan hidup berumah tangga.

Ketika seorang pria ingin menikah, maka ia telah memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi. Betapa tidak, ia akan membawa serta orang lain kedalam kehidupannya. Ia akan memberikan nafkah untuk istri dan anaknya, ia harus menjadi seorang pemimpin yang baik dan ayah teladan bagi anaknya. Konsekuensi ini tidak mudah, maka dari itu banyak sekali pria yang usianya sudah diatas 25 tahun, tapi belum juga berkeinginan untuk segera menikah. Banyak pria yang tak mau direpotkan dengan segala hiruk pikuk masalah yang ada dalam kehidupan rumah tangga. Maka kebanyakan mereka lebih nyaman dengan membujang dan tak mau segera menikah.

Memang, menikah itu tidak gampang. Banyak sekali masalah-masalah baru yang pasti akan anda temukan setelah menikah. Kehidupan terasa lebih kompleks, karena kita tidak hanya memikirkan diri sendiri, tapi juga pasangan dan anak kita. Ditambah lagi kita masih berkewajiban untuk berbakti kepada orang tua dan mertua kita. Hmm, yang gak kuat mentalnya. Pasti akan ciut nyalinya ketika dihadapkan dengan beban realita yang pasti akan kita hadapi.

Bagi anda, para pria yang kini usianya sudah siap untuk menikah. Maka segerakan menikah. Ada tantangan baru dan super seru di dalamnya. Mulai dari mencari dan memilih calon istri yang tepat, menyiapkan pesta pernikahan, serunya malam pertama, dan hebohnya kita ketika istri mulai ngidam. Coba deh! Anda pasti akan suka dalam menjalani semua aktivitas itu.

Keinginan menikah memang sudah sepantasnya anda tanamkan dalam diri anda. Walau, dalam praktiknya, anda tidak bisa begitu saja bermudah-mudah dalam masalah ini. Ada persiapan yang matang dan perhitungan yang tepat agar pernikahan berjalan lancar. Tentu saja, persiapan itu dimulai dari siapnya niat kita, finansial, juga fisik dan mental. Faktor-faktor tersebut terkait satu dan yang lainnya dan memang tidak bisa dipisahkan. Jadi jika pada saat ini anda sudah mulai planning tentang pernikahan anda, maka siapkan faktor-faktor tersebut. Mantapkan niat, siapkan tabungan dan juga jaga stamina fisik dan mental anda.

Akhir kata, saya menghimbau kepada teman-teman saya yang saat ini masih membujang. Saya katakan, bahwa membujang itu tidak enak, tujuan hidup akan anda temukan setelah anda menikah. Kalau anda pria pemberani, maka anda akan berani menikah. Tentu saja tidak sekedar menikah, karena menikah hanyalah gerbang awal dalam membuka jalan panjang kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu, mulailah menjadi sosok pria  idaman para wanita. Ada banyak wanita yang baik, cantik, kaya, saliha, dan pintar yang menanti anda di luar sana. Yuk jadi suami, dan masuki zona nya bersama saya! :)

 

Sumber :  http://themenworlds.com/2012/01/16/ketika-pria-ingin-menikah/

Ya Allah, Aku Menikah…

Ya Allah, Aku Menikah…

 

Betapa banyak sekolah-sekolah tinggi ternama. Namun tak satu pun mengajarkan pelajaran kiat jitu persiapan-persiapan menikah, apalagi memberikan kisi-kisi cara mudah menikah. Maka tak heran jika sebuah pernikahan yang sebenarnya begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari, terasa sangat awam bagi seseorang yang belum menjalaninya.

Suatu ketika seorang pemuda ditanyai oleh temannya yang sudah lama tidak berjumpa. “Apa kabarmu sekarang, lama tidak jumpa, sudah siap menikah?” Maklum, temannya itu telah lebih dahulu menikah. Setelah berpikir keras dan mengingat-ingat tentang pernikahan, akhirnya ia pun menjawab dengan malu. “Aku masih butuh waktu untuk mempersiapkan diri,” jawab pemuda itu.

Seiring berjalannya waktu, pemuda itu mulai rajin membaca buku-buku tentang pernikahan. Berkonsultasi kepada orang yang berpengalaman. Setelah saatnya tiba, ia kini merasa siap, dan menyampaikan pada orang tuanya tentang niatnya untuk menikah. Namun apa yang terjadi? Ternyata orang tuanya belum mengijinkan pemuda itu untuk menikah. “Mau kau beri makan apa istri dan anakmu, kerja saja belum pasti,” kata orang tuanya ketus. Akhirnya, pemuda itu pun menunda niatnya untuk menikah…

***

Sungguh pernikahan bukanlah perkara mudah. Sunnah Rasul yang satu ini senilai dengan separuh agama. Sungguh luar biasa bukan. Oleh karenanya, mempersiapkan pernikahan harus dilakukan secara matang. Mungkin kisah di atas tidak semua orang mengalaminya. Akan tetapi menikah itu bukan sim salabim. Dan dalam sekejap dan instan segera terlaksana.

Sampai di sini kita mulai bertanya-tanya, apakah pernikahan itu? Apakah sekadar memilih pasangan hidup yang tampan dan cantik? Apakah sekedar pelarian untuk memuaskan kebutuhan biologis? Apakah sekadar untuk mencari teman curhat permanen? Atau sekadar cobacoba? Semua itu bisa dijawab kalau kita memiliki sebuah visi yang jelas perihal pernikahan.

“Sebelum ke sana, pertama kita harus pahami menikah adalah menyambung silaturahim dua keluarga besar,” kata Ustadz Mohammad Sholeh Drehem. Menikah memang
bukan hanya bertemunya laki-laki dan perempuan. Menurut Ustadz Sholeh, sangat naif jika dalam pernikahan belum ada kesepakatan kedua belah pihak dalam artian keluarga besar. “Makanya harus ada musyawarah dahulu, libatkan semua pihak,” kata alumni Jurusan Ushul Fiqh Universitas Islam Madinah Arab Saudi ini.

Niat Baik pun Perlu Dikomunikasikan

Ketika seseorang telah siap untuk menikah, maka bicarakan dengan orang tua. Walau bagaimana pun orang tua adalah yang merawat dan membesarkan kita. Dalam hal ini, tidak semua orangtua begitu saja sependapat. Hal ini wajar, karena orang tua selalu memiliki pertimbangan dan standart tertentu. Maka tugas kita adalah memahamkan orangtua. Memberikan bukti nyata bahwa kita memang sudah siap untuk menikah.

Sebagai usatadz yang sering menjadi rujukan konsultasi keluarga, Ustadz Muhammad Sholeh Drehem menemui beraneka macam pengalaman tentang pernikahan, Ustad Sholeh menceritakan, beberapa kali menemui kasus terhambatnya pernikahan karena tidak lancarnya komunikasi. Menurut Ustadz Sholeh, pada dasarnya orangtua yang baik tidak akan memaksakan kehendak. Kalaupun itu terjadi, maka tugas seorang anak yang harus mewarnai orang tua. “Pahamkan pada orang tua tentang pemahaman Islam yang menyeluruh,” kata bapak empat putra ini. Jadi, komunikasi yang dimaksud bukan hanya ketika mau menikah, namun komunikasi yang lancar sejak jauh sebelum waktu ingin menikah. “Orangtua adalah ladang dakwah yang luar biasa, maka kewajiban seorang anak ketika mulai mengenal nilai-nilai Islam sudah harus mendakwahkan pada orang tuanya,” ujar pengasuh di berbagai kajian ini..

Proses komunikasi tentang niatan untuk menikah memang tidak dapat sama antara yang satu dengan yang lain. Usaha itu butuh waktu. Tidak bisa sehari ya satu bulan, tidak bisa satu bulan yang mungkin beberapa bulan. “Butuh perbaikan diri memang. Dan tunjukkan pada orang tua niat baik kita. Tidak ada yang instan dalam hal menikah,” kata Ketua Ikatan Dai Indonesia Jawa Timur ini.

Ustadz Sholeh mewanti-wanti, jangan sampai menikah tanpa mendapat restu dari orangtua. Betapa sakitnya orang tua, yang melahirkan dan membesarkan, kemudian saat anak sudah dewasa dan mandiri tidak melibatkan orang tua dalam proses pernikahan. “Ini mengkhianati orang tua, menzalimi orang tua,” tegas suami Ustadzah Maryam ini.

Persiapan Ilmu Tentang Pernikahan Banyak orang yang bingung ketika menghadapi pernikahan. Ada yang sibuk mempersiapkan pernakpernik pernikahan dan pesta pernikahan, tetapi lupa mempersiapkan ilmu, mental dan spiritual dalam menjalaninya. Meskipun setiap orang tahu bahwa pernikahan adalah ibadah, menggenapkan setengah agama, tetapi karena kesibukan persiapan perlengkapan nikah dan pestanya sering membuat nuansa ibadah dalam pernikahan tersebut terlupakan.

Ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan menjelang pernikahan, yaitu persiapan ilmu tentang pernikahan, persiapan mental/psikologis dalam menghadapi pernikahan, persiapan ruhiyyah menjelang pernikahan serta persiapan fisik sebelum menikah.

Hal yang perlu dipersiapkan adalah memperjelas visi pernikahan. Untuk apa kita menikah. Visi yang jelas dan juga sama antara calon suami dan isteri insya Allah akan melanggengkan pernikahan. Banyak orang yang menikah hanya karena cinta, atau mengikuti tradisi masyarakat. Bisa juga karena malu karena sudah cukup umur tetapi masih belum juga menuju pelaminan. Alasan-alasan seperti ini tidak memiliki akar yang jelas. Bisa juga menjadi sangat rapuh ketika memasuki bahtera rumah tangga, dan akhirnya hancur ketika badai rumah tangga datang menerjang.

Sebagai muslim yang memiliki rujukan hidup yang jelas, tentu kita tahu bahwa menikah itu karena ibadah. Visi pernikahan dalam Islam adalah menimba banyak pahala melalui aktivitas berumah tangga. Menjauhkan diri dan keluarga dari api neraka, dan akhirnya berusaha meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Bila seseorang memiki
visi seperti ini insya Allah hari-hari yang dilaluinya setelah menikah akan berusaha dihadapi sesuai dengan hukumhukum Islam.

Ilmu yang lain yang harus diketahui adalah tentang hukum-hukum pernikahan. Seperti tentang rukun nikah, yaitu mempelai pria dan wanita, dua orang saksi, wali dari pihak perempuan dan ijab kabul. Bila sudah terpenuhi semuanya, insya Allah pernikahan menjadi sah secara agama.

Lalu kewajiban memberi mahar sesuai yang diminta oleh pihak wanita. Lalu masalah walimatul ursy (pesta pernikahan). Tradisi-tradisi daerah bukanlah hal yang wajib untuk dilakukan. Bahkan sebisa mungkin dihindari tradisi yang bertentangan dengan aqidah Islam. Lalu juga mempermudah semua proses pernikahan adalah lebih utama. Juga menyederhanakan pesta pernikahan, tidak bermewah-mewah lebih baik dalam pandangan Islam.

Persiapan Mental

Pernikahan adalah kehidupan baru yang sangat jauh berbeda dari masa-masa sebelumnya. Dalam pernikahan berkumpul dua pribadi yang berbeda yang berasal dari keluarga yang memiliki kebiasaan yang berbeda. Didalamnya terbuka semua sifat-sifat asli masing-masing. Mempersiapkan diri untuk berlapang dada menghadapi segala kekurangan pasangan adalah hal yang mutlak diperlukan. Begitu juga cara-cara mengkomunikasikan pikiran dan perasan kita dengan baik kepada pasangan juga perlu diperhatikan, agar emosi negatif tidak mewarnai rumah tangga kita.

Di dalam pernikahan juga diperlukan rasa tanggung jawab untuk untuk memenuhi hak dan kewajiban masing-masing. Sehingga setiap anggota keluarga tidak hanya menuntut hak-haknya saja, tetapi berusaha untuk lebih dulu memenuhi kewajibannya.

Pernikahan merupakan perwujudan dari tim kehidupan kita untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu kerja sama, saling mendukung dalam segala hal sangat diperlukan. Termasuk dalam pendidikan anak. Pernikahan juga merupakan sarana untuk terus menerus belajar tentang kehidupan. Ketika memasuki dunia perkawinan seseorang belajar untuk menjadi bagian dari tim kehidupan. Ketika memiliki anak seseorang belajar untuk mendidik anak dengan cara yang baik. Tidak jarang juga orang tua perlu memaksa diri untuk merubah kebiasaan-kebiasaan buruknya agar tidak ditiru oleh anak. Ketika anak-anak menjelang dewasa orang tua belajar untuk menjadikan anak-anaknya sebagai teman, sebagai bagian dari tim kehidupan yang aktif menggerakkan roda kehidupan, dan seterusnya.

 

 

 

Sumber : http://www.lmizakat.org/index.php/ruang-info/tausyiah/204-ya-allah-aku-menikah

7 Komitmen Pernikahan

7 Komitmen Pernikahan

7 Komitmen

Idealnya pasangan suami-istri menentukan komitmen atau kesepakatan sebelum mereka menikah. Beberapa komitmen yang perlu dibicarakan antara lain :

Siapa bendaharanya?

Yang penting adalah transparansi antara Anda dan pasangan. Kedua belah pihak sama-sama tahu penghasilan masing-masing, dan yang terpenting, bagaimana memaksimalkan dan mengatur uang tersebut.

“Siapa yang memegang uang, bukan hal utama. Fleksibel saja. Apalagi sekarang ada joint account atau tabungan bersama di mana suami-istri bisa sama-sama memantau,” ujar Johanes.
Jika keuangan dipegang istri, apakah suami harus menyerahkan semua gajinya? Menurut Johanes, konsep ini tidak selalu tepat, karena ada istri yang tak bisa me-manage uang. Selain itu, jika Anda tinggal di kota besar seperti Jakarta, konsep suami menyerahkan 100% gaji pada istri juga “merepotkan”. Sebab, suami yang mobile atau bekerja, akan membutuhkan uang, semisal untuk beli bensin. Jika semua diserahkan ke istri dan tiap hari minta ke istri, repot.

Sebelum menyerahkan gaji ke istri, suami sebaiknya menentukan berapa anggaran per bulan, misalnya kebutuhan bensin dan hiburan (seperti beli buku untuk dirinya sendiri). Yang perlu diserahkan adalah yang menyangkut kebutuhan bersama.

Jadi, harus pintar-pintar mengatur supaya satu sama lain tidak begitu tergantung. Sangat perlu bikin anggaran keuangan bulanan yang jelas, mulai dari biaya listrik, telepon, air, makan, pendidikan anak, kesehatan, rekreasi, tabungan, dan hal lain yang tak terduga.

Tinggal di mana?

Tak jarang, lantaran belum punya tempat tinggal sendiri, pasangan suami-istri masih tinggal di rumah orangtua atau mertua. Selain itu, dalam kultur masyarakat Indonesia, kadang orangtua tak ingin anaknya meninggalkan rumah. Jadi, lebih enak tinggal di rumah sendiri atau mertua?
Idealnya dalam satu rumah ada satu keluarga dengan satu kepala keluarga. Jika satu rumah ada lebih dari satu kepala keluarga, sudah tidak sehat. Jika tinggal di rumah sendiri, Anda dan pasangan punya kemandirian untuk mengatur rumah tangga, mulai dari mengatur keuangan, tata letak rumah, hingga kondisi rumah. Anda juga memiliki kebebasan secara individual.
Sebaliknya, berikut hal-hal yang mungkin terjadi jika tinggal dengan mertua :

  1. Tidak memiliki keleluasaan untuk melakukan “eksperimen” sendiri, seperti mengatur rumah karena harus tergantung pada si empunya rumah, yaitu mertua.
  2. Perlu penyesuaian. Jika belum begitu lama mengenal mertua, proses penyesuaian mungkin akan terbentur ke sana kemari dan bisa jadi akan menimbulkan gesekan antara Anda dengan pasangan atau Anda dengan mertua.
  3. Perlu membatasi dan menguasai diri untuk bisa cocok dengan mertua.
  4. Dalam segi keuangan, biasanya jika anak masih bekerja sedangkan orangtua tidak, anak lebih banyak mendukung orang tua. Begitu juga sebaliknya. Jika orangtuanya sangat mapan dan anaknya belum, orangtua yang lebih men-support anak.

Untuk keuangan, suami-istri bisa sepakat berbagi dengan orangtua atau mertua. Semisal disepakati masalah kebutuhan dapur ditangani orangtua, sementara Anda dan pasangan menangani listrik dan telepon. “Jadi, perlu ada garis jelas mana yang boleh dan mana yang tidak. Mana yang harus ditangani anak dan mana orangtua. Jangan sampai berkesan, anak menguasai orangtua dan sebaliknya,” jelas Johanes.

Berani berkata “tidak”

Dalam kultur Indonesia, campur tangan orangtua dalam kehidupan rumah tangga anak masih tinggi. Sejauh mana peran orangtua terhadap pasangan Anda, harus dikenali dalam masa pacaran.

Jangan sampai, setelah menikah pasangan tak bisa lepas dari orangtua, dalam arti “anak mami” atau “anak papi”. Contohnya, beli mobil saja pasangan harus bertanya ke orangtua, sedangkan Anda malah tak dimintai pendapat.

Pasangan akan merasa tak dihargai. Padahal, dalam pernikahan, pasangan adalah orang yang dimintai saran, bukan orang lain. Banyak pasangan terjebak dalam hal ini.”

Agar tidak terjadi, sebisa mungkin tidak sedikit-sedikit lari ke orangtua. Tanpa bermaksud menyakiti hati orangtua, berusaha dan berani mengambil keputusan sendiri. Jika selalu tergantung pada orangtua, lama-kelamaan kita tidak punya identitas diri. Jadi, pelan-pelan harus berani berkata “tidak” untuk sesuatu yang kita yakini benar. Dan harus bersama pasangan, jangan hanya satu pihak.

Batasi “hobi”

Anda suka nongkrong bareng teman sepulang kantor? Nah, setelah menikah, sebaiknya batasi frekuensi acara nongkrong bareng teman. Intinya, hindari melakukan kebiasaan-kebiasaan yang tidak mendukung kehidupan suami-istri.

Alokasi keuangan

Beli mobil atau furnitur? Keputusan membeli mobil, misalnya, untuk suami-istri yang kondisi keuangannya pas-pasan, harus dibicarakan benar-benar. Jangan sampai salah satu pihak nantinya tidak puas. Intinya, modal atau harta yang merupakan hasil kerja bersama, harus disepakati bersama. Hal ini juga berlaku untuk harta yang merupakan hasil keringat sebelum menikah.

Punya anak atau tidak?

Hal ini mesti dibahas sebelum menikah. Jangan sampai setelah menikah Anda ingin punya anak, sedangkan pasangan Anda tidak. Jika memang ingin punya anak, sebaiknya pasangan suami-istri melakukan tes kesehatan pranikah.

Istri bekerja atau jadi ibu rumah tangga?

Hal ini berhubungan dengan kondisi ekonomi. Jika sebelum menikah Anda dan pasangan sudah bekerja dan setelah menikah suami tetap menginginkan Anda bekerja, Anda perlu pintar membagi waktu antara pekerjaan dan rumah tangga. Apalagi jika kelak punya anak. Kendati demikian, mengurus rumah tangga dan anak tidak dibebankan 100 persen pada istri. Idealnya, rumah tangga dan anak bisa dikerjakan berdua

Sumber : http://mudahmenikah.wordpress.com/2010/07/19/7-komitmen/