Persiapan Pernikahan Dalam Islam

Persiapan Pernikahan Dalam Islam

Pernikahan bukan hanya tentang pesta dan segala macam hingar-bingarnya. Tidak jarang kita melihat pernikahan itu justru berhenti di tengah jalan. Mengapa? karena segala sesuatu perlu dipersiapkan, apalagi pernikahan yang diharapkan dapat berlangsung sekali seumur hidup..

Islam telah menganjurkan kepada manusia untuk menikah. Karena  ada banyak hikmah di balik anjuran tersebut.

Baginda Rasulullah SAW pernah bersabda:

Barang siapa telah mempunyai kemampuan menikah kemudian ia tidak menikah maka ia bukan termasuk umatku”. (HR Thabrani dan Baihaqi).

Setiap kita pastinya selalu berharap dan bermohon kepada Allah SWT, saatnya nanti akan bertemu dan berjumpa dengan pendamping hidup kita, yang akan menjadi pemimpin atau ratu dalam rumah tangga. Harapan dari pasangan yang akan menuju ke pelaminan, yaitu agar dapat membentuk sebuah keluarga yang bahagia, sakinah mawaddah warrahmah (Samara).

Islam telah menjadikan “pernikahan” sebagai sarana untuk memadu kasih sayang diantara dua jenis manusia. Hanya dengan jalan pernikahan, maka akan lahir keturunan secara terhormat. Karenanya, merupakan hal yang wajar jika pernikahan itu dikatakan sebagai suatu peristiwa yang sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrahnya sebagai manusia.

Tentu saja hal itu tidak akan berjalan dengan baik manakala persiapan menuju pernikahan sangatlah minim kita lakukan. Lalu, apa saja yang harus kita persiapkan menjelang dan menuju pernikahan.

Bagi seorang calon pengantin (pria-wanita) pastinya harus mengetahui pentingnya ibadah pernikahan agar dapat bersanding dengan seorang wanita shalihah atau lelaki shalih dalam sebuah ikatan suci bernama pernikahan.

Pernikahan menuju rumah tangga yang sakinah mawaddah warrahmah (Samara) tidak akan tercipta dan terjadi ‘sim-salabim’ begitu saja, melainkan dibutuhkan persiapan-persiapan secara memadai sebelum seorang muslim dan muslimah melangkah memasuki gerbang pernikahan.

Karena itu, seorang calon pengantin (pria-wanita) minimal harus mengetahui secara mendalam tentang berbagai hal yang berhubungan dengan persiapan-persiapan jelang pernikahan, antara lain:

Pertama, persiapan moral (spiritual), yaitu kematangan visi keislaman. Setiap calon pengantin wanita, pasti punya keinginan, jika suatu hari nanti akan dipinang oleh seorang pria shalih, begitu pula sebaliknya, seorang pria mendambakan bertemu pasangan wanita shalihah.

Seorang pria shalih yang taat beribadah dan dapat diharapkan menjadi pemimpin dalam mengarungi kehidupan di dunia, sebagai bekal dalam menuju akhirat. Begitu pula sebaliknya, seorang pria mendapatkan seorang istri yang shalihah untuk bersama mengarungi bahtera kehidupan ini menuju bahtera akhirat secara bersama.

Bila sang calon pengantin wanita memiliki keinginan untuk mendapatkan seorang suami yang shalih, maka dia harus berupaya agar dirinya menjadi wanita shalihah terlebih dahulu, diantaranya membekali diri dengan ilmu-ilmu agama, hiasi dengan akhlak islami, tujuannya tidak hanya untuk mencari jodoh semata, akan tetapi lebih kepada beribadah untuk mendapatkan ridho Allah SWT. Dan sarana pernikahan adalah sebagai salah satu sarana untuk beribadah pula.

Kedua, persiapan konsepsional, yaitu memahami konsep tentang pernikahan. Pernikahan adalah ajang untuk menambah ibadah dan pahala bukan hanya sekedar hawa nafsu. Pernikahan juga sebagai wadah terciptanya generasi robbani, penerus perjuangan menegakkan dienullah. Adapun dengan lahirnya seorang anak yang shalih/shalihah nantinya, maka akan menjadi penyelamat bagi kedua orang tuanya.

Pernikahan juga sebagai sarana pendidikan sekaligus ladang dakwah. Dengan menikah, maka akan banyak diperoleh pelajaran-pelajaran serta hal-hal yang baru. Selain itu, pernikahan juga menjadi salah satu sarana dalam berdakwah, baik dakwah ke keluarga, maupun ke masyarakat.

Ketiga, persiapan kepribadian sang calon mempelai, yaitu penerimaan adanya seorang pemimpin dan ratu dalam rumah tangga. Seorang wanita muslimah harus faham dan sadar betul, jika menikah nanti akan ada seseorang yang baru sama sekali kita kenal, tetapi langsung menempati posisi sebagai seorang pemimpin kita yang senantiasa harus kita hormati dan taati.

Maka, disinilah nanti salah satu ujian pernikahan itu. Belajar untuk mengenal, bukan untuk dikenal. Seorang pria yang akan menjadi suami kita atau sebaliknya, sesungguhnya adalah orang asing bagi kita, baik latar belakang, suku, adat istiadat, kebiasaan semuanya sangat jauh berbeda dengannya menjadi pemicu timbulnya perbedaan saat memasuki pernikahan.

Dan bila perbedaan tersebut tidak bisa diatur dengan sebaik-baiknya melalui komunikasi dua arah, keterbukaan serta kepercayaan dari pasangan kita, maka bisa jadi timbul persoalan dalam pernikahan dan rumah tangga nantinya. Untuk itu perlu adanya persiapan jiwa yang besar dalam menerima dan berusaha mengenali suami ataupun istri kita.

Keempat, persiapan fisik sang calon pengantin. Persiapan fisik ini ditandai dengan kesehatan tubuh kita yang memadai, sehingga kedua belah pihak akan mampu melaksanakan fungsi diri sebagai suami ataupun isteri secara optimal. Sebelum menikah, jika perlu kita periksakan kesehatan tubuh, terutama faktor yang mempengaruhi masalah reproduksi dan lainnya.

Apakah organ-organ reproduksi dapat berfungsi baik, atau adakah penyakit tertentu yang diderita yang dapat berpengaruh pada kesehatan janin yang kelak di kandungnya. Bila ditemukan penyakit atau kelainan tertentu, segeralah berobat. Begitupula sebaliknya untuk sang calon suami.

Kelima, persiapan harta. Islam tidak menghendaki kita untuk berpikiran secara materialistis, yaitu hidup yang hanya berorientasi pada materi. Namun, bagi seorang calon suami, yang akan mengemban amanah sebagai kepala keluarga, maka diutamakan dan diupayakan adanya kesiapan calon suami untuk menafkahi bagi istri dan keluarganya nanti.

Untuk wanita, diperlukan juga kesiapan untuk mengelola keuangan keluarganya nanti. Insyallah bila suami berikhtiar untuk menafkahi keluarga dengan sebaik-baiknya, maka Allah SWT akan mencukupkan rizki kepadanya.

Dan nikahkanlah orang-orang yang membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan member kemampuan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS An Nur: 32).

Keenam, persiapan sosial. Setelah nanti kedua calon pengantin menikah, maka status sosial di masyarakat pun akan berubah. Mereka berdua bukan lagi seorang gadis dan lajang, tetapi telah berubah menjadi keluarga.

Sehingga mereka juga harus mulai membiasakan diri untuk terlibat dalam kegiatan di kedua belah pihak keluarga atau di masyarakat dengan kegiatan sosial.

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu. Dan berbuat baiklah terhadap kedua orang tua, kerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin.” (QS An Nissa: 36)

Semua persiapan ini, tidak begitu saja dapat diraih, melainkan perlu waktu dan proses belajar menuju kesana. Karena itulah, saat kita masih memiliki banyak waktu, dan belum terikat nantinya oleh kesibukan rumah tangga, maka berupaya untuk diri kita menuntut ilmu sebanyak-banyaknya guna persiapan menghadapi rumah tangga yang sakinah mawaddah dan warrahman (Samara) kelak. Wallahu’alam

sumber : http://pkspesanggrahan.blogspot.com

Ketika Pria Ingin Menikah

 

Ketika Pria Ingin Menikah

 

Seorang pria, dalam perkembangan fisik dan psikisnya biasanya akan mendekati tingkat kedewasaan yang normal pada usia 25 tahun. Ini sebenarnya bukan survey yang valid, karena tingkat kedewasaan memang tidak bisa kita prediksikan melalui jumlah usia seseorang. Terkadang ada pria yang sudah berpikiran dewasa walau usianya masih remaja. Dan sebaliknya, terkadang pria yang usianya sudah tak remaja lagi tapi, sikap dan tingkah lakunya tak ubah seperti ‘anak-anak baru gede’.

Dan biasanya, ketika tingkat kedewasaan seorang pria meningkat. Kebutuhan naluriahnya sebagai manusia akan bergulir dengan sendirinya. Dalam pemikiran seorang pria yang normal, dia pasti akan memikirkan bagaimana ia harus menghidupi dirinya sendirinya, maka dengan itu ia pun bekerja. Dan begitu juga, sifat alamiahnya dalam membutuhkan pasangan hidup. Dengan itu ia pun akan memikirkan bagaimana ia menikah dan hidup berumah tangga.

Ketika seorang pria ingin menikah, maka ia telah memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi. Betapa tidak, ia akan membawa serta orang lain kedalam kehidupannya. Ia akan memberikan nafkah untuk istri dan anaknya, ia harus menjadi seorang pemimpin yang baik dan ayah teladan bagi anaknya. Konsekuensi ini tidak mudah, maka dari itu banyak sekali pria yang usianya sudah diatas 25 tahun, tapi belum juga berkeinginan untuk segera menikah. Banyak pria yang tak mau direpotkan dengan segala hiruk pikuk masalah yang ada dalam kehidupan rumah tangga. Maka kebanyakan mereka lebih nyaman dengan membujang dan tak mau segera menikah.

Memang, menikah itu tidak gampang. Banyak sekali masalah-masalah baru yang pasti akan anda temukan setelah menikah. Kehidupan terasa lebih kompleks, karena kita tidak hanya memikirkan diri sendiri, tapi juga pasangan dan anak kita. Ditambah lagi kita masih berkewajiban untuk berbakti kepada orang tua dan mertua kita. Hmm, yang gak kuat mentalnya. Pasti akan ciut nyalinya ketika dihadapkan dengan beban realita yang pasti akan kita hadapi.

Bagi anda, para pria yang kini usianya sudah siap untuk menikah. Maka segerakan menikah. Ada tantangan baru dan super seru di dalamnya. Mulai dari mencari dan memilih calon istri yang tepat, menyiapkan pesta pernikahan, serunya malam pertama, dan hebohnya kita ketika istri mulai ngidam. Coba deh! Anda pasti akan suka dalam menjalani semua aktivitas itu.

Keinginan menikah memang sudah sepantasnya anda tanamkan dalam diri anda. Walau, dalam praktiknya, anda tidak bisa begitu saja bermudah-mudah dalam masalah ini. Ada persiapan yang matang dan perhitungan yang tepat agar pernikahan berjalan lancar. Tentu saja, persiapan itu dimulai dari siapnya niat kita, finansial, juga fisik dan mental. Faktor-faktor tersebut terkait satu dan yang lainnya dan memang tidak bisa dipisahkan. Jadi jika pada saat ini anda sudah mulai planning tentang pernikahan anda, maka siapkan faktor-faktor tersebut. Mantapkan niat, siapkan tabungan dan juga jaga stamina fisik dan mental anda.

Akhir kata, saya menghimbau kepada teman-teman saya yang saat ini masih membujang. Saya katakan, bahwa membujang itu tidak enak, tujuan hidup akan anda temukan setelah anda menikah. Kalau anda pria pemberani, maka anda akan berani menikah. Tentu saja tidak sekedar menikah, karena menikah hanyalah gerbang awal dalam membuka jalan panjang kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu, mulailah menjadi sosok pria  idaman para wanita. Ada banyak wanita yang baik, cantik, kaya, saliha, dan pintar yang menanti anda di luar sana. Yuk jadi suami, dan masuki zona nya bersama saya! :)

 

Sumber :  http://themenworlds.com/2012/01/16/ketika-pria-ingin-menikah/

Ya Allah, Aku Menikah…

Ya Allah, Aku Menikah…

 

Betapa banyak sekolah-sekolah tinggi ternama. Namun tak satu pun mengajarkan pelajaran kiat jitu persiapan-persiapan menikah, apalagi memberikan kisi-kisi cara mudah menikah. Maka tak heran jika sebuah pernikahan yang sebenarnya begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari, terasa sangat awam bagi seseorang yang belum menjalaninya.

Suatu ketika seorang pemuda ditanyai oleh temannya yang sudah lama tidak berjumpa. “Apa kabarmu sekarang, lama tidak jumpa, sudah siap menikah?” Maklum, temannya itu telah lebih dahulu menikah. Setelah berpikir keras dan mengingat-ingat tentang pernikahan, akhirnya ia pun menjawab dengan malu. “Aku masih butuh waktu untuk mempersiapkan diri,” jawab pemuda itu.

Seiring berjalannya waktu, pemuda itu mulai rajin membaca buku-buku tentang pernikahan. Berkonsultasi kepada orang yang berpengalaman. Setelah saatnya tiba, ia kini merasa siap, dan menyampaikan pada orang tuanya tentang niatnya untuk menikah. Namun apa yang terjadi? Ternyata orang tuanya belum mengijinkan pemuda itu untuk menikah. “Mau kau beri makan apa istri dan anakmu, kerja saja belum pasti,” kata orang tuanya ketus. Akhirnya, pemuda itu pun menunda niatnya untuk menikah…

***

Sungguh pernikahan bukanlah perkara mudah. Sunnah Rasul yang satu ini senilai dengan separuh agama. Sungguh luar biasa bukan. Oleh karenanya, mempersiapkan pernikahan harus dilakukan secara matang. Mungkin kisah di atas tidak semua orang mengalaminya. Akan tetapi menikah itu bukan sim salabim. Dan dalam sekejap dan instan segera terlaksana.

Sampai di sini kita mulai bertanya-tanya, apakah pernikahan itu? Apakah sekadar memilih pasangan hidup yang tampan dan cantik? Apakah sekedar pelarian untuk memuaskan kebutuhan biologis? Apakah sekadar untuk mencari teman curhat permanen? Atau sekadar cobacoba? Semua itu bisa dijawab kalau kita memiliki sebuah visi yang jelas perihal pernikahan.

“Sebelum ke sana, pertama kita harus pahami menikah adalah menyambung silaturahim dua keluarga besar,” kata Ustadz Mohammad Sholeh Drehem. Menikah memang
bukan hanya bertemunya laki-laki dan perempuan. Menurut Ustadz Sholeh, sangat naif jika dalam pernikahan belum ada kesepakatan kedua belah pihak dalam artian keluarga besar. “Makanya harus ada musyawarah dahulu, libatkan semua pihak,” kata alumni Jurusan Ushul Fiqh Universitas Islam Madinah Arab Saudi ini.

Niat Baik pun Perlu Dikomunikasikan

Ketika seseorang telah siap untuk menikah, maka bicarakan dengan orang tua. Walau bagaimana pun orang tua adalah yang merawat dan membesarkan kita. Dalam hal ini, tidak semua orangtua begitu saja sependapat. Hal ini wajar, karena orang tua selalu memiliki pertimbangan dan standart tertentu. Maka tugas kita adalah memahamkan orangtua. Memberikan bukti nyata bahwa kita memang sudah siap untuk menikah.

Sebagai usatadz yang sering menjadi rujukan konsultasi keluarga, Ustadz Muhammad Sholeh Drehem menemui beraneka macam pengalaman tentang pernikahan, Ustad Sholeh menceritakan, beberapa kali menemui kasus terhambatnya pernikahan karena tidak lancarnya komunikasi. Menurut Ustadz Sholeh, pada dasarnya orangtua yang baik tidak akan memaksakan kehendak. Kalaupun itu terjadi, maka tugas seorang anak yang harus mewarnai orang tua. “Pahamkan pada orang tua tentang pemahaman Islam yang menyeluruh,” kata bapak empat putra ini. Jadi, komunikasi yang dimaksud bukan hanya ketika mau menikah, namun komunikasi yang lancar sejak jauh sebelum waktu ingin menikah. “Orangtua adalah ladang dakwah yang luar biasa, maka kewajiban seorang anak ketika mulai mengenal nilai-nilai Islam sudah harus mendakwahkan pada orang tuanya,” ujar pengasuh di berbagai kajian ini..

Proses komunikasi tentang niatan untuk menikah memang tidak dapat sama antara yang satu dengan yang lain. Usaha itu butuh waktu. Tidak bisa sehari ya satu bulan, tidak bisa satu bulan yang mungkin beberapa bulan. “Butuh perbaikan diri memang. Dan tunjukkan pada orang tua niat baik kita. Tidak ada yang instan dalam hal menikah,” kata Ketua Ikatan Dai Indonesia Jawa Timur ini.

Ustadz Sholeh mewanti-wanti, jangan sampai menikah tanpa mendapat restu dari orangtua. Betapa sakitnya orang tua, yang melahirkan dan membesarkan, kemudian saat anak sudah dewasa dan mandiri tidak melibatkan orang tua dalam proses pernikahan. “Ini mengkhianati orang tua, menzalimi orang tua,” tegas suami Ustadzah Maryam ini.

Persiapan Ilmu Tentang Pernikahan Banyak orang yang bingung ketika menghadapi pernikahan. Ada yang sibuk mempersiapkan pernakpernik pernikahan dan pesta pernikahan, tetapi lupa mempersiapkan ilmu, mental dan spiritual dalam menjalaninya. Meskipun setiap orang tahu bahwa pernikahan adalah ibadah, menggenapkan setengah agama, tetapi karena kesibukan persiapan perlengkapan nikah dan pestanya sering membuat nuansa ibadah dalam pernikahan tersebut terlupakan.

Ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan menjelang pernikahan, yaitu persiapan ilmu tentang pernikahan, persiapan mental/psikologis dalam menghadapi pernikahan, persiapan ruhiyyah menjelang pernikahan serta persiapan fisik sebelum menikah.

Hal yang perlu dipersiapkan adalah memperjelas visi pernikahan. Untuk apa kita menikah. Visi yang jelas dan juga sama antara calon suami dan isteri insya Allah akan melanggengkan pernikahan. Banyak orang yang menikah hanya karena cinta, atau mengikuti tradisi masyarakat. Bisa juga karena malu karena sudah cukup umur tetapi masih belum juga menuju pelaminan. Alasan-alasan seperti ini tidak memiliki akar yang jelas. Bisa juga menjadi sangat rapuh ketika memasuki bahtera rumah tangga, dan akhirnya hancur ketika badai rumah tangga datang menerjang.

Sebagai muslim yang memiliki rujukan hidup yang jelas, tentu kita tahu bahwa menikah itu karena ibadah. Visi pernikahan dalam Islam adalah menimba banyak pahala melalui aktivitas berumah tangga. Menjauhkan diri dan keluarga dari api neraka, dan akhirnya berusaha meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Bila seseorang memiki
visi seperti ini insya Allah hari-hari yang dilaluinya setelah menikah akan berusaha dihadapi sesuai dengan hukumhukum Islam.

Ilmu yang lain yang harus diketahui adalah tentang hukum-hukum pernikahan. Seperti tentang rukun nikah, yaitu mempelai pria dan wanita, dua orang saksi, wali dari pihak perempuan dan ijab kabul. Bila sudah terpenuhi semuanya, insya Allah pernikahan menjadi sah secara agama.

Lalu kewajiban memberi mahar sesuai yang diminta oleh pihak wanita. Lalu masalah walimatul ursy (pesta pernikahan). Tradisi-tradisi daerah bukanlah hal yang wajib untuk dilakukan. Bahkan sebisa mungkin dihindari tradisi yang bertentangan dengan aqidah Islam. Lalu juga mempermudah semua proses pernikahan adalah lebih utama. Juga menyederhanakan pesta pernikahan, tidak bermewah-mewah lebih baik dalam pandangan Islam.

Persiapan Mental

Pernikahan adalah kehidupan baru yang sangat jauh berbeda dari masa-masa sebelumnya. Dalam pernikahan berkumpul dua pribadi yang berbeda yang berasal dari keluarga yang memiliki kebiasaan yang berbeda. Didalamnya terbuka semua sifat-sifat asli masing-masing. Mempersiapkan diri untuk berlapang dada menghadapi segala kekurangan pasangan adalah hal yang mutlak diperlukan. Begitu juga cara-cara mengkomunikasikan pikiran dan perasan kita dengan baik kepada pasangan juga perlu diperhatikan, agar emosi negatif tidak mewarnai rumah tangga kita.

Di dalam pernikahan juga diperlukan rasa tanggung jawab untuk untuk memenuhi hak dan kewajiban masing-masing. Sehingga setiap anggota keluarga tidak hanya menuntut hak-haknya saja, tetapi berusaha untuk lebih dulu memenuhi kewajibannya.

Pernikahan merupakan perwujudan dari tim kehidupan kita untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu kerja sama, saling mendukung dalam segala hal sangat diperlukan. Termasuk dalam pendidikan anak. Pernikahan juga merupakan sarana untuk terus menerus belajar tentang kehidupan. Ketika memasuki dunia perkawinan seseorang belajar untuk menjadi bagian dari tim kehidupan. Ketika memiliki anak seseorang belajar untuk mendidik anak dengan cara yang baik. Tidak jarang juga orang tua perlu memaksa diri untuk merubah kebiasaan-kebiasaan buruknya agar tidak ditiru oleh anak. Ketika anak-anak menjelang dewasa orang tua belajar untuk menjadikan anak-anaknya sebagai teman, sebagai bagian dari tim kehidupan yang aktif menggerakkan roda kehidupan, dan seterusnya.

 

 

 

Sumber : http://www.lmizakat.org/index.php/ruang-info/tausyiah/204-ya-allah-aku-menikah